Kamis, 09 Juni 2011

OPERASI pada KATARAK


(untuk gambar menyusul soalnya lg eror)
TINJAUAN PUSTAKA

  1. Pendahuluan
Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir setengah dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia dan Afrika. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tengara.1
Katarak juga merupakan penyebab utama  hilangnya penglihatan di Indonesia. Katarak memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.2 Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, , ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.3
Saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi krisis katarak dimana jumlah kebutaan akibat katarak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya usia harapan hidup sehingga diperkirakan untuk mengeliminasi kebutaan akibat katarak dibutuhkan lebih dari 30 juta operasi katarak hingga tahun 2020.4

  1. Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat  terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.3
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.2

  1. Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.6
Survei tahun 1982 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,2% dari seluruh populasi dan 0,76% disebabkan oleh katarak. Sedangkan pada survei tahun 1994-1997 yang diadakan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia menunjukkan adanya peningkatan angka kebutaan yaitu mencapai 1,47% dan 1,02% diakibatkan oleh katarak.1

  1. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam: 3
  1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
  2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
  3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak komplikata.2,3
Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Perbedaan stadium katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 3

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
Visus
(+)
<< 
<<< 
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma
Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senil 3

  1. Diagnosis
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient.11 Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp. 7
Cataract in Human Eye- Magnified view seen on examination with a slit lamp
Gambar 2. Katarak pada mata yang dilihat dengan slit lamp
 ( Dikutip dari kepustakaan No. 8 )
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. 7
  1. Terapi
            Operasi
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.3,7
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 3
-          ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
-          ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification.
In extracapsular cataract extraction, an incision is made in the eye just beneath the iris, or colored part (A). The diseased lens is pulled out (B). A prosthetic intraocular lens is placed through the incision (D), and is opened to replace the old lens (E). (Illustration by GGS Inc.)
Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE)
( Dikutip dari kepustakaan No. 9 )
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. 7
Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik
( Dikutip dari kepustakaan No. 10)

Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi  pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.11
Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.13
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 3,12
-          Ruptur  kapsul posterior
-          Glaukoma
-          Uveitis
-          Endoftalmitis
-          Perdarahan suprakoroidal
-          Prolap iris


            Lensa Intraokuler
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak.13
Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.2
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).10



img-restor_rezoom

Gambar 7. Intra Ocular Lens
( Dikutip dari kepustakaan No.10 )



            Pengukuran Kekuatan IOL
Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25 tahun yang lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat digunakan diantaranya SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.14 Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena seringnya ditemuka kesalahan pada hasil pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL sempat ditarik kemudian pada tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan. Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah ini:15



P = [ nV / ( AL – C ) ] – [ K  / ( 1 – K x C / nA ) ]
 
 



           
P          =  Kekuatan IOL (satuan dioptri)
            K          =  Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
            AL       =  Axial lenght (milimeter)
C          =  ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL
                (milimeter)
nV        =  Indeks refraksi dari vitreus
nA        =  Indeks refraksi dari humor aquos

Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang. 15
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. 15
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata. 15






















                       
Rounded Rectangle: RAHASIA
STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

IDENTITAS PASIEN


Nama               : Tn. S
Umur               : 50 tahun
Jenis Kelamin  : Laki-laki
Alamat                        : Jl. Bangun Cenawai
Pekerjaan         : Guru
Pendidikan      : D3
Agama             : Islam
Status              : Menikah
MR                  : 68 45 74
MRS                : 20 September 2010

ANAMNESA
Keluhan Utama           : Mata kiri kabur perlahan tanpa mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang
·   Sejak 2 minggu SMRS, pandangan pada mata kiri pasien mulai kabur seperti melihat asap, semakin lama pandangan menjadi bertambah kabur. Pada saat melihat yang terang, pandangan menjadi sangat silau. Nyeri dan merah pada mata tidak ada. Mata kanan tidak ada keluhan. 
·   3 minggu SMRS, pasien terjatuh dari sepeda motor, tidak menggunakan helm, pasien menyangkal trauma pada daerah mata atau kepalanya, mual dan muntah setelah kecelakaan tidak ada, pingsan atau penurunan kesadaran setelah kecelakaan tidak ada, keluhan pandangan kabur ataupun mata merah tidak ada.
·   Sejak 3 tahun yang lalu pasien sudah mulai memakai kacamata untuk membaca, keluhan pandangan bertambah kabur (-), pandangan berkabut (-), silau terhadap cahaya (-), mata merah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
·   Riwayat hipertensi (+) baru diketahui pasien ± 2minggu SMRS
·   Riwayat kencing manis (-)
·   Riwayat asma atau alergi (-)
·   Riwayat minum obat lama (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
PEMERIKSAAN FISIK
            Keadaan Umum                      : Tampak sakit sedang
            Kesadaran                               : Komposmentis - Koperatif
            Vital Sign                                :

TD       : 120/80 mmHg
N         : 88 x/i
S          : 37 ºC
RR       : 22 x/ i

            Pembesaran KGB preaurikuler           : (-)

STATUS OPTHALMOLOGI  
OD

OS

20/80
Visus Tanpa Koreksi
1/300

S+1.50-> 20/50
Visus Dengan Koreksi
Tidak diperiksa

Baik
Proyeksi Cahaya
Baik

Baik
Persepsi Warna
Baik

Ortoforia
Posisi Bola Mata
Ortoforia

Baik ke segala arah
Gerakan Bola Mata
Baik ke segala arah

Normal (cara palpasi)
Tekanan Bola Mata
Normal (cara palpasi)

Normal
Palpebra
Normal

Tenang
Konjungtiva
Tenang

Tenang
Kornea
Tenang

Tenang
Sklera
Tenang

Dalam
COA
Dalam

Pupil bulat, regular, Ø = 3 mm Refleks cahaya langsung (+)
Refleks cahaya tdk langsung (+)
Iris/Pupil
Pupil bulat, regular, Ø = 3 mm Refleks cahaya langsung +
Refleks cahaya tdk langsung (+)

Sedikit keruh
Lensa
Keruh pekat

Tidak dapat diperiksa
Fundus
Tidak dapat diperiksa





Gambar










Diagnosis :
            - Katarak senilis matur OS
            - Katarak senilis insipien OD
Diagnosis Banding
            Katarak traumatika
Anjuran Pemeriksaan:
            Keratometri
            USG A-Scan OS
Lab darah rutin, Urin rutin
            Rö thorax
Terapi
SICS + IOL OS
Catarlent ED 3x1 OD
Prognosis
            Quo ad vitam              : bonam
            Quo ad functionam     : dubia at bonam
            Quo ad kosmetikum    : bonam














DAFTAR PUSTAKA

  1. Manalu R. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At Damanhuri Hospital, South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta, 2006. 127-131
  2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika, 2000. 175-183
  3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 200-211
  4. Yorston D. Monitoring Cataract Surgical Outcomes: Computerised Systems. http://www. Journal of Community Eye Health.com [diakses 20 September 2010] 
  5. Ocompo VVD. Cataract, Senile. http://www.e-medicine.com [diakses 20 September 2010] 
  6. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica Indonesiana 2005;321:59.
  7. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika; 2000.176-177.
  8. Pararajasegaram R. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of Community Eye Health, International Centre for Eye Health, London. http://www.Joc.Com [diakses 20 September 2010] 
  9. Anonim. Extracapsular Cataract Extraction. www.surgeryencyclopedia.com. [diakses 20 September 2010] 
  10. Anonim. Phacoemulsification. www. visitech.org. [diakses 20 September 2010] 
  11. Shidik A, Rahayu T. Predictability of Phacoemulsification in Cipto Mangunkusumo Hospital 2005; A- Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006.99-106
  12. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd  Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1994. 234-248.
  13. Jayanegara IWG. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract Surgery. IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006. 168-171
  14. Steinert RF. Cataract Surgery. Technique, Complications, Management. 1995. W.B. Saunders Company. 22-6
  15. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. Clinical Optics. Section 3. 2009-2010. American Academy Opthamology.211-9

Senin, 23 Mei 2011

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

PENDAHULUAN
            Hipertensi adalah masalah kesehatan yang paling sering ditemui dalam kehamilan. Hipertensi merupakan komplikasi kehamilan kira-kira 7-10% dari seluruh kehamilan. (1)
HDK adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapati angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini. (2)

KLASIFIKASI
Pada saat ini, untuk lebih menyederhanakan dan memudahkan The Working Group Report dan High Blood Pressure in Pregnancy (2000) menyarankan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :
1.      Hipertensi gestasional
2.      Hipertensi kronis
3.      Superimposed preeklamsi
4.      Preeklamsi ringan, preeklampsi berat dan eklamsi
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah diastolik > 90 mmHg dan tekanan darah sistolik > 140 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang berjarak : 4 jam atau lebih dan proteinuria, jika dijumpai protein dalam urine melebihi 0,3 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif minimal positif (+) satu.(2,3)




DEFINISI(4,5,6,7)
1.  Hipertensi Gestasional
-                       TD mencapai > 140/90 mmHg, tetapi proteinuri (-) untuk pertama kali dalam masa kehamilan
-                       Transient hipertension jika tidak berkembang menjadi preeklamsi dan TD kembali ke normal dalam 12 minggu post partum
-                       Dengan klasifikasi demikian maka diagnosis bahwa seorang wanita tidak/bukan preeklamsi dibuat hanya pada postpartum
-                       Sehingga diagnosisnya hipertensi gestasional
-                       Yang paling penting ialah bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat mengalami tanda-tanda yang berhubungan dengan preeklamsi, misalnya :
§  Nyeri kepala
§  Nyeri ulu hati
§  Atau trombositopeni

2.  Preeklamsi
Preeklamsi merupakan sindroma spesifik dalam kehamilan akibat berkurangnya perfusi organ sekunder terhadap vasospasme dan aktivasi endothelial. Proteinuria merupakan tanda penting pada preeklamsi. Bila tidak ada maka dipertanyakan.
Proteinuria > 300 mg/24 jam atau persistent 30 mg/dl (+1 dipstick) pada urin random.
Proteinuria +2 atau lebih atau protein dalam urin 24 jam 2 gr atau lebih adalah preeklamsi berat, dimana filtrasi glomerulus terganggu dan kreatinin meningkat.
Nyeri epigastrium/kuadran kanan atas : akibat nekrosis hepatoseluler, iskemia dan edema karena regangan kapsul Glisson’s. Sering disertai meningkatnya enzim liver dan merupakan tanda untuk terminasi kehamilan. Nyeri akibat infark/perdarahan sama seperti karena ruptur hematoma subkapsuler. Ruptur hepar jarang dan sering berhubungan dengan hipertensi pada orang yang lebih tua dan multipara
      Trombositopeni, merupakan tanda memburuknya preeklamsi akibat aktivitas platelet dan agregasi dan hemolisis mikroangiopati akibat vasospame hebat. Gross hemolisis ® hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia merupakan tanda beratnya penyakit.

3.  Eklamsi
Ialah kejang pada wanita yang preeklamsi dan bukan akibat etiologi lain. Kejang bersifat grand mal dan terjadi selama dan setelah persalinan. Kejang terjadi > 48 jam post partum terutama pada nullipara sampai 10 hari post partum.

4.  Superimposed preeklamsi
1)                  Hipertensi (> T 140/90 mmHg) sebelum kehamilan
2)                  Hipertensi > 140/90 mmHg sebelum 20 minggu (kecuali pada penyakit gestational trofoblas)
3)                  Riwayat tambahan :    - Multiparitas
- Hipertensi kehamilan sebelumnya
- Riwayat keluarga hipertensi essensial.
5.  Hipertensi Kronis
§     Hipertropi ventrikel
§     Dekompensasio kordis
§     Cerebrovaskular accidents
§     Kerusakan ginjal intrinsik

Pada wanita muda hipertensi terjadi akibat penyakit parenkim ginjal. Hipertensi kronis yang diperberat preeklamsi terjadi pada 25% ® risiko solusio plasenta.
Janin pada wanita hipertensi kronis berisiko IUGR dan kematian. Sering terjadi superimposed preeklamsi pada wanita lebih cepat daripada preeklamsi murni. Hipertensi kronis dalam kehamilan ® tensi meninggi baik sistole atau diastole setelah 26-28 minggu. Preeklamsi ditandai proteinuria.

INSIDENSI DAN FAKTOR RISIKO
            Hipertensi gestasional sering terjadi pada wanita nullipara, sedangkan wanita tua yang meningkat insidensi hipertensi kronis dengan makin tuanya kehamilan berisiko terhadap superimposed preeklamsi. Insidensi preeklamsi ialah sekitar 5%, dipengaruhi oleh faktor-faktor : (4)
§  Paritas
§  Ras dan etnik
§  Predisposisi genetik
§  Faktor lingkungan

Faktor Lain :
-          Sosioekonomis ® sosioekonomis yang tinggi menurunkan insidensi
-          Suplemen kalsium Ca harian
-          Kehamilan kembar
-          Riwayat hipertensi kronis
-          Wanita dengan usia > 35 tahun
-          Obesitas
-          Etnik Afrika-Amerika

Obesitas :
-          Wanita dengan BMI < 19,8 kg/m2 : 4,3 %
-          Wanita dengan BMI > 35 kg/m2 : 13,3%

Kembar
-          Hipertensi gestasional
Single    : 6%
Gemelli : 13%

-          Preeklamsi
Single    : 5%
Gemelli : 13%
Bayi / janin dari wanita kembar dengan HDK meningkatkan risiko outcome daripada yang tunggal

Merokok
-          Meningkatkan risiko terhadap outcome janin
-          Menurunkan risiko terhadap HDK

Plasenta previa
-          Menurunkan risiko terhadap HDK

Eklamsi
-          Dapat dicegah dan di AS telah berkurang dengan PNC yang adekuat
-          Komplikasi mayor :
§    Solusio plasenta                      : 10%
§    Defisit  neurologis                   : 7%
§    Pneumonia aspirasi                  : 7%
§    Udema paru                            : 5%
§    Cardiopulmanory arrest          : 4%
§    ARF                                        : 4%
§    Kematian Ibu              : 1%    

PATOLOGI (4,6)
            Perubahan patologis dari fungsi organ dan sistem sebagai akibat vasospasme dan iskemia terhadap preeklamsi berat dan eklamsi. Pengaruhnya terhadap ibu :
-          Kardiovaskuler
-          Hematologis
-          Endokrin dan metabolisme
-          Perubahan aliran darah regional
Pengaruh terhadap janin : insufisiensi uteroplasenta

1.         Perubahan Kardiovaskuler
            Perubahan Hemodinamik
-                      Dengan menggunakan monitoring Doppler
-                      Preeklamsi pada wanita yang tadinya normotensif : CO meningkat sebelum diagnosis klinis tapi resistensi perifer total tidak berubah dan dengan preeklamsi menjadi CO menurun dan resistensi perifer menurun.
-                      Wanita yang hipertensi gestasional : CO meningkat sebelum dan selama perkembangan hipertensi
Ada 3 faktor yang mempengaruhi :
1)      Wanita dengan preeklamsi memiliki berbagai perubahan CV yang tergantung pada berat dan lamanya
2)      Penyakit yang mendasari dapat merubah manifestasi klinik
3)      Intervensi terapi dapat merubah
-                      Sehingga berdasarkan hal ini dibagi :
1)      Tidak perlu terapi
2)      MgSO4 dan hidralazin tanpa volume intravena
3)      MgSO4  dan hidralazin dengan loading volume intravena
-                      Wanita yang dibatasi pemberian cairan iv (hidrasi) ® wedge pressure < 10 mmHg atau > 5 mmHg ® fungsi ventrikel yang besar bukan karena stroke volume tapi karena wedge pressure yang rendah (kontraktilitas miokardium), sedangkan wanita yang diberi banyak volume cairan ® PCWP (pulmonary Capillary Wedge Pressure) > besar dan fungsi ventrikel tetap karena CO  meningkat. Oleh karenanya pemberian cairan yang banyak pada PEB menyebabkan tekanan pengisian sebelah kiri meningkat ® CO meningkat lebih dari normal.



            Volume Darah
Normal wanita hamil pada minggu terakhir, volume darah = 5 liter, tidak hamil = 3,5 liter. Pada preeklamsi ® 1,5 liter darah ini tidak ada karena vasokontriksi yang memberat oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah (hemokonsentrasi).
Preeklamsi ® perbedaan ini tidak jelas
Hipertensi gestasional ® volume darah normal
Hematokrit yang menurun sebagai akibat perdarahan persalinan pada wanita hamil, atau sebagai akibat destruksi eritrosit.
Bila tidak ada perdarahan, intravaskular pada eklamsi tidak berkurang.

2.         Perubahan Hematologis
-                      Trombositopeni
-                      Faktor pembekuan darah menurun
-                      Eritrosit cepat hemolisis
            Koagulasi
§     Trombositopeni
§     Destruksi eritrosit
§     Produk degenerasi fibrin meningkat
§     Thrombin time meningkat
§     Perubahan koagulasi ini sebagai akibat preeklmasi dan eklamsi
             
            Trombositopeni
Diinduksi oleh preeklamsi, eklamsi.
Setelah partus meningkat sampai normal dalam 3-5 hari.
Frekuensi dan intensitas tergantung pada jarak antara preeklamsi dan persalinan
Ditandai : trombosit < 100.000/mm3 ® berat
Trombositopeni ini sebagai akibat aktivasi platelet dan konsumsi pada saat yang bersamaan sehingga produksi platelet meningkat. Tromboporetin, suatu cytokine yang meningkatkan proliferasi platelet dari megakariosit, meningkat pada wanita preeklamsi dengan trombositopeni. Bila etiologi tidak diketahui pasti, proses imunologis atau tumpukan platelet di endotel yang rusak.
Antiglobulin dan Ig yang terikat platelet meningkat pada preeklamsi. Trombositopeni menunjukkan beratnya proses patologis, makin rendah trombosit makin besar morbiditas dan mortalitas. Peningkatan enzim hati menunjukkan beratnya penyakit, sehingga menurut Weistein (1982) kombinasi hal diatas sebagai HELLP syndrome (Hemolysis, ELevated liver enzymes, LP low Platelet)
Neonatus dari wanita preeklamsi ® juga trombositopeni

            Fragmentasi Hemolysis
Destruksi eritrosit ® hemolisis, schizocytosis, sferobitosis, retikulosis hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Terjadi karena hemolisis mikroangiopathi dan vasospasme yang menyebabkan kerusakan endothel dengan adherence dan deposition fibrin.

            Faktor pembekuan lain
Defisiensi berat faktor koagulasi pada PEB-eklamsi tidak umum terjadi kecuali bila ada konsumsi koagulasi seperti solusio plasenta atau perdarahan hebat akibat infark hati.
Anti trombin III : penurunan pada wanita preeklamsi dibandingkan wanita hamil normal dan begitu pula dengan hipertensi kronis.
Fibronectin : glikoprotein membrana basalis endotel meningkat pada wanita preeklamsi.

3.         Perubahan Endokrin dan Metabolik
Hipertensi dalam kehamilan menyebabkan penurunan renin, angiotensi II, aldosteron. Dengan retensi Na, hipertensi dan sekresi renin menurun.
             
             
             
            Perubahan Endokrin
Renin
 


Enzym
 
Converting
 



Angiotensin II menurun ® menurunkan aldosteron
Pada wanita normal ® renin, angiotensi II, aldosteron meningkat
Desoksikortikosteroid (DOC) meningkat pada trimester III yang berasal dari konversi progesteron plasma sehingga tidak berkurang dengan retensi Na dan hipertensi
Vasopressin normal walaupun menurun dalam plasma
Atrial natriuretic peptide meningkat selama kehamilan normal, dihasilkan dari regangan dinding atrial akibat ekspansi valume darah. Merupakan vasoaktif dan meningkatkan ekskresi Na dan air dengan menghambat aldosteron, renin angiotensin II, vasopressin.
Pada preeklamsi : atrial natriuretic peptida meningkat ® volume darah meningkat ® CO meningkat, menurunkan resistensi vaskuler.
             
            Perubahan cairan elektrolit
Volume cairan ekstraseluler ® edema
Wanita dengan kerusakan endotel ® proteinuria ® menurun tekanan oncotic plasma ® cairan intravaskuler ke interstitiel. Elektrolit tidak berubah kecuali bila mendapat terapi diuretik, pembatasan Na, pemberian cairan + oksitosin yang menghasilkan antidiuretik. Edema bukan tanda memberatnya prognosis dan tidak adanya edema bukan berarti  outcome lebih baik. Setelah eklamsi bikarbonat menurun karena asidosis metabolik yang dikompensasi dengan respiratory loss dari CO2.




4.         Ginjal
Preeklamsi : perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun
Asam urat plasma meningkat pada wanita yang berat preeklamsinya. Pada preeklamsi ringan dan sedang ® filtrasi glomerulus menurun oleh karena volume plasma menurun ® kreatinin menjadi 2 kali dari kehamilan normal : 0,5 mg/dL.
Pada PEB ® kreatinin menjadi bebrapa kali lebih besar meningkat yaitu + 2-3 mg/dl oleh karena perubahan intrinsik ginjal yang disebabkan vasospasme berat. Oliguria oleh karena vasospame intrarenal sehingga terapi cairan intravena yang intensif tidak dianjurkan. Dopamin menyebabkan output urine meningkat. Preeklamsi ® Ca ekskresi menurun karena peningkatan reabsorbsi. Setelah partus, bila tidak ada penyakit yang mendasari dari renovaskular kronik ® fungsi ginjal kembali sempurna, tapi bila terjadi rekrosis cortikal renal ® menjadi irreversibel.

5.         Hati
PEB terjadi ekskresi yang melambat dari bromosulfophthalein dan peningkatan aminotransferase aspartat serum.
-                        Hiperbilirubinemia berat
-                        Alkaline fosfatase meningkat
Peningkatan enzim hati ini akibat periportal hemorrhagic necrosis pada pinggir lobus hati ® dapat terjadi hepatic rupture yang terdapat di bawah kapsul hepar ® membentuk subkapsular hematoma.

HELLP SYNDROME
Pada preeklamsi –eklamsi melibatkan hati dan organ lain : ginjal, otak sehingga terjadi hemolisis dan trombositopeni.
Hemolisis, Elevated Liver enzym, Low Platelet.


Komplikasi :
-                        Solusio plasenta                      7%
-                        Oedem paru                            6%
-                        ARF                                        2%
-                        Subcapsular liver hematoma   1%
Outcome pada kehamilan berikutnya pada wanita HELLP syndrome : preeklamsi rekuren, prematur, IUGR, solusio plasenta, seksio sesarea.

6.         Otak
Manifestasi SSP ® kejang
PA
Perdarahan gross karena ruptur arteri oleh karena hipertensi berat pada wanita dengan hipertensi gestasional / dengan penyakit hipertensi kronis sebelumnya. Atau lesi yang lebih luas dan jarang fatal : edema, hiperemia, fokal anemia, trombosis dan perdarahan.
Perdarahan serebral merupakan penyebab kematian pada eklamsi.

Neuroimaging
Dengan CT scan : yang umum gambaran hipodense pada kortex serebri oleh karena perdarahan petekhie dan infark. Luasnya dan lokasi iskemia atau lesi subkortikal ptekhie mempengaruhi terjadinya eklamsi dan komplikasi neurologis seperti kebutaan dan koma.

6.1 Kebutaan
Pada preeklamsi-eklamsi : kebutaan bersama atau tersendiri dengan konvuly. Berbagai derajat amourosis pada hipodensitas lobus occipitalis berlangsung selama 4 jam sampai 8 hari.
Vasospasme arteri retinalis  ® gangguan penglihatan
MgSO4 6 g bolus ® Vasodilatasi arteri retinalis 
Ablasi retina ® perubahan pandangan biasanya sebelah dan jarang menimbulkan kehilangan penglihatan total seperti pada cortical blindness. Tidak perlu terapi, prognosis baik dan pulih dalam 1 minggu.

6.2 Edema Serebri
Komplikasi koma, herniasi serebri
Manifestasi : lethagi, confusion, blurred vision (pandangan kabur), koma
Perubahan status mental tergantung pada derajat yang tampak pada CT scan /MRI. Edema ini terjadi karena iskemi (sitotaksik) juga hiperperfusi (vasogenic) edema.

Cerebral Blood Flow
Preeklamsi : tekanan perfusi serebri meningkat diimbangi dengan meningkat resistensi serebro vaskuler sehingga tidak ada perubahan dalam CBF. Pada eklamsi : dengan hilangnya autoregulasi CBF ® resistensi vaskuler menurun ® hiperperfusi serebral sama dengan yang tampak pada hipertensi ensefalopati yang tidak berhubungan dengan kehamilan.
Pada wanita preeklamsi dengan nyeri kepala ® perfusi abnormal (menurun atau meningkat). Bila nyeri kepala hebat, peningkatan CBF /perfusi pada hemisfer sisi yang satu.
Wanita preeklamsi ® vasospasme serebral yang ditandai dengan naik atau turun tekanan perfusi serebral yang berbeda dengan hemisfer sebelahnya yaitu untuk meningkatkan regangan dinding arterial serebral dan vasokonstriksi.

Elektroensefalografi (EEG)
Abnormal   setelah eklamsi (48 jam setelah kejang) yang menetap 1 minggu tapi kebanyakan normal dalam 3 bulan.




7.         Uteroplasenta Perfusion
Hamil normal ® Æ arteriol miometrium : 500mm sedangkan pada preeklamsi ® Æ : 200 mm.
Metode tak langsung
Pengukuran estradiol 17b sebagai konversi De-OH isoandrosteron sulfate oleh plasenta.
Pada wanita hamil normal ® dengan makin tuanya kehamilan jumlahnya (estradiol 17b) makin meningkat.
Sedangkan pada preeklamsi : menurun
Doppler Velosimetri
Hanya sedikit yang normal sirkulasi uteroplasental.

Perubahan Histologis
Ditandai lesi pada arteri uteroplasenta oleh sel busa yang kaya lemak. Pada kehamilan normal ® A. spiralis diinvasi oleh trofoblas endovaskuler. Pada preeklamsi endovaskuler trofoblas menyerbu a. spiralis bukan di pembuluh darah miometrium  tapi di pembuluh darah desidua.
Perubahan preeklamsi pada mulanya : kerusakan endothel, merembesnya plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel miointima, nekrosis medial, akumulasi lemak pada sel miontima dan makrofag. Invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.

PATOFISIOLOGI (4)
Hipertensi dalam kehamilan biasanya terjadi pada wanita :
1.                  Yang terpapar villi chorian untuk pertama kali
2.                  Yang terpapar villi chorion yang besar seperti pada gemelli atau mola hidatidosa
3.                  Yang sebelumnya mempunyai penyakit vaskuler
4.                  Yang secara genetis merupakan predisposisi untuk hipertensi dalam kehamilan

Pelbagai teori yang perah dikemukakan, antara lain : (8)
1.         Faktor imunologis
Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa HDK sering ditemukan pada nulipara, kehamilan kembar, multipara dengan inseminasi donor, penurunan konsentrasi komplemen C4, wanita dengan fenotipe HLA-DR4, adanya aktivasi komplemen, neutrofil dan makrofag .
2.  Faktor genetik
Ha1 ini didasarkan pada kenyataan bahwa preeklamsi sering ditemukan dalam keluarga tertentu. Beberapa bukti yang ditemukan antara lain preeklamsi di turunkan oleh gen resesif tunggal, penyebabnya multifaktor, di turunkan oleh gen angiotensinogen.
3.  Faktor nutrisi
Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan adanya defisiensi kalsium, protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan asam lemak tidak jenuh.
4.  Faktor hormon
Hal ini dihubungkan dengan kadar hormon progesteron yang semakin meningkat pada kehamilan normal. Progesteron bersifat diuretikum ringan, sehingga sedikit saja natrium yang dikeluarkan melalui urin. Bila kadar progestron menurun, maka natrium akan banyak diekskresikan sehingga reseptor arteriol di juxtaglomeruler akan terangsang untuk menghasilkan renin, angiotensin I dan angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor. Aldosteron juga akan dihasilkan sehingga akan terjadi retensi natrium dan cairan. Kadar renin plasma telah dibuktikan rendah pada penderita preeklamsi. Namun, kadar progesteron tidak ditemukan menurun dengan jelas pada penderita preeklamsi-eklamsi.
5.  Komponen vasoaktif
Pada mulanya faktor ini dianggap sebagai penyebab dari penyakit ini karena akan bertanggung jawab langsung pada kejadian vasokonstriksi dan hipertensi. Meskipun demikian, ternyata kemudian, ada faktor lain yang mendahuluinya yang menyebabkan dikeluarkannya zat-zat vasoaktif ini.
Endotelin merupakan vasokonstriktor yang kuat yang dihasilkan oleh endotel pembuluh darah. Plasma endothelin-1 dilaporkan meninggi kadarnya dalam darah ibu dengan preeklamsi. Sebaliknya nitrit oksida (NO) yang dulunya dikenal sebagai EDRF (endothelium derived relaxing factor) ditemukan menurun kadarnya atau menghilang dalam serum penderita preeklamsi .
Nitrit oksida merupakan vasodilator yang kuat yang disintesis dari L-arginine oleh sel eadotel. Hambatan pada produksi NO akan menyebabkan peninggian tekanan arteri rata-rata, penurunan frekuensi denyut jantung, dan meningkatkan kepekaan pembuluh darah pada zat-zat vasokonstriktor.
6.  Faktor endotel dan plasenta
Akibat defisiensi imunologis pada plasenta yang menyebabkan gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis akan terjadi gangguan perfusi unit uteroplasenta. Hal ini akan menyebabkan dilepaskannya faktor-faktor yang bersifat cytotoxic yang akan menyebabkan kerusakan atau jejas pada endotel. Kerusakan pada endotel pembuluh darah akan mengaktifkan proses pembekuan darah dan meningkatkan kepekaan pada zat-zat vasokonstriktor, bersamaan dengan pelepasan komponen vasoaktif di atas.

Faktor-faktor Predisposisi
Banyak faktor yang telah ditemukan berhubungan dengan terjadinya HDK. Kebanyakan faktor tersebut termasuk dalam faktor predisposisi, sedangkan sebagian lagi seperti penambahan berat badan dan edema lebih cenderung merupakan akibat dari HDK.
Study group WHO pada tahun 1987, telah mengumpulkan pelbagai faktor predisposisi tersebut dalam suatu technical report series no. 758 , yaitu :
1)    Umur : < 18 tahun atau > 35 tahun
2)    Paritas
3)    Suku bangsa
4)    Keluarga (famili)
5)    Genetik :
§     Golongan darah
§     Konsanguinitas
§     Jenis kelamin janin
6. Nutrisi
§     Kalori dan protein
§     Vitamin, mineral
§     Berat badan
7.Lingkungan
§                                      Masa perang, kelaparan dan musim kering
§                                      Iklim dan cuaca
§     Ketinggian
§     Perkotaan dan pedesaan
8.         Kebiasaan dan sosio-ekonomi
§     Merokok
§     Kegiatan fisik
§     Sosio-ekonomi
9.   Hiperplasentosis:
§     Kehamilan ganda (gemelli)
§     Hidrops fetalis
§     Diabetes melitus
§     Molahidatidosa

DUGAAN PATOGENESIS PREEKLAMSI(8)
Dapat disimpulkan bahwa preeklamsi adalah suatu penyakit yang merupakan manifestasi dari gangguan fungsi banyak organ akibat vasospasme yang disebabkan oleh kerusakan sel-sel endotel. Berdasarkan rangkaian peristiwa yang menjadi patofisiologi preeklamsi di atas, dapat dirangkaikan kemungkinan patogenesis pre­eklamsi (Gambar 1), sebagai berikut :
-       Reaksi imunologis akibat penolakan ibu terhadap jaringan janin (yang
         mengandung antigen paternal) diduga merupakan awal terjadinya
         maladaptasi dan menghambat invasi sel-sel sitotrofoblas secara endo dan
         perivaskuler. Akibatnya, ada arteriol rahim yang masih memiliki tunika
         muskularisnya sehingga tahanan perifer di tempat tersebut tetap tinggi dan
         menyebabkan terjadinya hipoksia.
-       Keadaan hipoksia baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
         menghasil­kan radikal bebas akan menyebabkan kerusakan endotel
         bersamaan dengan pelepasan matriks ekstraseluler (ECM) dan molekul
         perekat sel (CAM) ke dalam darah.
-       Kerusakan endotel merupakan pemicu runtutan peristiwa selanjutnya, yaitu :
§     terjadi peningkatan aktivitas trombosit dan agregasi trombosit,
§     berkurangnya produksi vasodilator, seperti : prostasiklin, dan nitrit oksida
§     meningkatnya produksi vasokonstriktor, seperti tromboksan, katekolamin dan endotelin
§     meningkatnya respons pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor,
§     vasokonstriksi yang menyeluruh akan merangsang pengeluaran renin dan pengaktifan RAAS (Renin-Aldosterone-Angiotensin System) yang menambah beratnya vaso­konstriksi, hipertensi, retensi natrium, dan edem
§     terpaparnya trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah menyebabkan terjadinya trombosis yang dapat menutup aliran darah ke perifer sehingga dapat terjadi infark. Lebih lanjut dapat terjadi DIC dan penekanan sistem fibrinolitik.
-      Vasokonstriksi dan kerusakan endotel yang menyeluruh akan meyebabkan
        kerusak­an atau gangguan fungsi pelbagai organ vital termasuk ginjal, hati,
        paru-paru, otak, jantung, mata, dan sebagainya.

DETEKSI DINI PREEKLAMSI
1.         Secara Klinis
Adapun kelompok risiko tinggi untuk mendapat HDK adalah :
1.                Primigravida
2.                Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops­fetalis, dan bayi besar
3.                Umur yang ekstrim
4.                Riwayat keluarga pernah HDK
5.                Penyakit-penyakit ginjal, hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

Gejala klinis HDK yang perlu ditemukan atau dipantau keberadaannya adalah :
1)      Kenaikan Berat Badan
Gejala pertama yang mencurigakan adanya HDK ialah terjadi kenaikan berat badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila kenaikan berat badan mencapai 1 kg per minggu atau 3 kg sebulan harus diwaspadai kemungkinan timbulnya HDK. Ciri khas kenaikan berat badan penderita HDK ialah kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat dan bukannya kenaikan berat badan yang merata sepanjang waktu kehamilan. Hal ini disebabkan oleh berat badan yang berlebihan tersebut yang merupakan akibat dari adanya penimbunan cairan/edem.
2)      Kenaikan Tekanan Darah
Gambaran klinik yang khas pada HDK yaitu ditemukannya kenaikan tekanan darah ataupun didapatkannya tekanan darah yang tinggi. Hipertensi ditegakkan apabila :
a.                   Terdapat kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg atau tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih
b.                  Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik lebih dari 15 mmHg atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih.
3)      Proteinuri
Proteinuri merupakan kelainan yang ditemukan pada fase lanjut dan jarang sekali ditemukan pada fase dini HDK. Dalam keadaan normal, tidak dijumpai protein dalam urin dan masih dalam batas normal bila secara kuantitatif (Esbach) dijumpai 0,3 gram/24 jam. Apabila jumlahnya di temukan melebihi 0,3 gram/24 jam maka dianggap patologis dan secara kualitatif dapat dinyatakan dengan (+1) - (+4
4)      Nyeri Kepala
Nyeri kepala jarang ditemukan pada HDK ringan dan lebih sering ditemukan pada HDK berat. Nyeri kepala ini dirasakan di daerah frontal atau daerah oksiput dan sukar diatasi dengan obat-obat analgesik. Bila ditemukan nyeri kepala hebat, harus berhati-hati karena ada kemungkinan akan terjadi eklamsi.
5)      Nyeri Epigastrium
Nyeri epigastrium merupakan gejala lanjut HDK dan juga merupakan gajala akan terjadi kejang. Rasa nyeri ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsul hati sebagai akibat perdarahan atau edem hati, tetapi mungkin juga kelainannya terletak pada susunan saraf pusat.
6)      Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan bervariasi dari derajat ringan sampai derajat berat yaitu dari penglihatan kabur sampai kebutaan. Penyebabnya adalah spasmus arteriol, iskernia, edem, dan pada keadaan berat dapat terjadi ablasio retina. Gangguan penglihatan ini bersifat reversibel. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat pada retina, tetapi bila dijumpai berarti adanya hipertensi kronis
7)      Gejala Lainnya
Sejumlah gejala lain bisa mengikuti preeklamsi dan eklamsi seperti, oliguri atau anuri, edem paru sampai sianosis, dan gejala perdarahan sampai DIC. Pada umurnnya gejala-gejala ini merupakan tanda dari beratnya dan sudah lanjutnya

2. Secara Biokimia Dan Biofisik (4)
            Identifikasi dari perfusi uteroplasenta yang menurun, disfungsi sel endothel, aktivasi koagulasi :
1.      Infus Angiotensin II
Tes ini menggunakan Angiotensin II infus sampai diastole naik 20 mmHg. Pada wanita yang memerlukan < 8 ng/kgBB/mnt ® nilai prediktif positif untuk menjadi 20-40 %. Walaupun lebih baik dari tes yang lain tapi sulit dilakukan secara klinis
2.      Roll-Over test
Ialah respon hipertensi pada wanita yang terbaring terlentang dari yang tadinya posisi miring. Nullipara 28-32 yang tekanan diastolnya meningkat minimal 20 mmHg saat dilakukan manuver ini ® berkembang menjadi HDK. Sedangkan yang tensinya tetap ® normotensif. Wanita yang positif pada roll over test juga sensitif terhadap angiotensin II, ini menunjukkan manifestasi peningkatan respon vaskuler atau aktifitas berlebih dari simpatis.
3.      Asam Urat
Kadar asam urat darah menunjukkan ekskresi menurun ditemukan pada preeklamsi. Nilai > 5,9 mg/dL agak prediktif, nilai prediktif positif = 33%. Kurang berguna untuk memperkirakan preeklamsi dalam kehamilan lanjut tidak dapat membedakan HDK dari preeklamsi.
4.      Metabolisme Calsium
Hipokalsiuria
5.      Ekskresi Kallikrein Urin
Merupakan regulator darah, dan menurun ekskresinya pada preeklamsi
6.      Fibronectin
Pada wanita yang preeklamsi / impending. Pada trimester I meningkat pada wanita bakat preeklamsi, pada trimester II meningkat pada wanita yang HDK
7.      Aktivasi Koagulasi
Gambaran trombositopeni dan fungsi trombosit (agregasi). Aktivasi trombosit berlebihan vasokonstriksi ibu ® vasokontriksi kerusakan sel endothel, infark plasenta dan disfungsi ginjal.





 

Preeklamsi
Sehingga dicoba untuk mencegah preeklamsi dengan pemberian aspirin dosis rendah.
Hitung trombosit menurun pada PEB. Volume trombosit meningkat sehubungan dengan konsumsi trombosit dan produksi meningkat pada trombost. Volume trombosit yang meningkat merupakan tanda impending preeklamsi.
8.      Faktor imunologi
Cytokine (protein messenger) dari sel imun ® mengatur fungsi sel imun dan diproduksi oleh makrofag dan limfosit terdiri dari interleukin, interferon, growth factor, tumor necrosis factor. Bebrapa cytokine meningkat pada preeklamsi.
9.      Placental Peptida
CRH, chorionic gonadotropin, Activin A, Inhibin A. Inhibin A dan Activin A : tanda preeklamsi.
10.  Doppler Velocimetry A.Uterina
Pada trimester II sebagai skrining awal preeklamsi.

PENCEGAHAN PREEKLAMSI (8)
Oleh karena sampai pada saat ini penyebab utama preeklamsi masih belum diketahui, maka upaya pencegahannyapun masih belum memuaskan. Pada dasarnya upaya pencegahan secara umum dapat dibagi ke dalam tiga tahap menurut perlangsungan penyakit tersebut, yaitu :
1.         Pencegahan primer yaitu upaya untuk menghindari terjadinva penyakit dengan jalan menghindari atau menghilangkan faktor risiko atau faktor predisposisi. Pada preeklamsi, faktor risikonya antara lain primigravida, umur yang ekstrim, kehamilan kembar, anak besar, penyakit vaskuler kronis, penyakit ginjal, mola hidatidosa, hidrops fetalis, dan DM. Upaya pencegahan primer dengan cara menghindari kehamilan yang disertai faktor risiko, sering tidak mungkin dilakukan, misalnya karena harus menghindari kehamilan nulipara atau umur yang ekstrim.
2.         Pencegahan sekunder. Pada tahap ini, belum terlihat gejala klinisnya namun telah terjadi proses pato-biologis awal akibat penyakit ini. Dengan demikian, intervensi pada tahap ini dapat mencegah berkembangnya dan memberatnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi, walaupun belum terlihat gejala trias hipertensi, proteinuri dan edema, uji diagnostik untuk deteksi dini seperti, tes tidur miring (roll over test), tekanan arteri rata-rata (MAP), USG telah tampak hasil yang patologis. Pada umumnya upaya pencegahan yang dikenal pada saat ini adalah upaya pencegahan pada tahap ini
3.         Pencegahan tertier yaitu upaya pencegahan penyakit yang telah disertai gejala klinik dengan tujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat semakin memberatnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi (yang telah disertai gejala hipertensi, edema dan proteinuri), intervensi di sini bertujuan untuk mencegah terjadinya eklamsi (kejang) dan komplikasinya berupa kegagalan banyak organ vital (multiple organ failure).

DIET OBAT-OBATAN (8)
1.         Diit
-    Rendah garam
   -    Suplementasi calcium selama hamil menurunkan tekanan darah juga 
         mencegah preeklamsi (tapi masih kontroversial)
2.         Aspirin dosis rendah
-                      Aspirin 60 mg ® supresi sintesis thromboxane oleh trombosit dan